Loading...
A. Kerjasama dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif. Dalam hal apa, bagaima- na, kapan dan di mana seseorang harus bekerjasama dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat kemajuan peradaban orang terse- but. Semakin modern seseorang, maka ia akan semakin banyak bekerja sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyeleseaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok. Oleh karena itu selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.
Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan kerjasama antar kelompok masyarakat ada tiga bentuk (Soekanto, 1986: 60-63) yaitu: (a) bargaining yaitu kerjasama antara orang per orang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu, (b) cooptation yaitu kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk kerjasama di atas biasanya terjadai dalam dunia politik.
Dalam bersosialisasi dan berorganisasi, bekerjasama memiliki kedu- dukan yang sentral karena esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi adalah kesepakatan bekerjasama. Tidak ada organisasi tanpa kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, kerjasama adalah tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan. Manajer akan ditakar keberhasilannya dari seberapa mampu ia menciptakan kerjasama di dalam organisasi (intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar organisasi (ekstern).
Prinsip-prinsip berorganisasi termasuk bernegara pada hakikatnya merupakan perwujudan bentuk kerja sama yang dilembagakan, di mana setiap orang dalam organisasi atau negara tersebut mengakui dan tunduk terhadap organisasi/negara. Prinsip-prinsip tersebut tentunya merupakan hasil penelaahan yang lama dan mendalam tentang interaksi manusia dalam organisasi, sehingga dinyatakan sebagai sesuatu yang hampir niscaya keberadaannya, yaitu:
1. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau penempatan karyawan, secara normatif harus menggunakan prinsip the right man on the right place . Paling tidak ada dua dasar berpikir mengenai hal ini, yaitu (a) pekerjaan dalam organisasi volume dan/atau ragamnya cukup banyak sehingga tidak bisa ditangani oleh satu atau dua orang saja, dan (b) setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi tertentu.
2. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Dalam tugas pekerjaannya, setiap staf dilengkapi oleh wewenang dalam melakukan pekerjaan tertentu dan setiap wewenang itu melekat suatu pertanggungjawaban. Agar staf dapat menjalankan kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang untuk saling bekerjasama antar sesama staf dan antara dirinya dengan manajer terkait.
3. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of direction). Dalam melakasanakan pekerjaan, karya- wan yang baik akan memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan juga harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab. Perintah yang datang dari manajer bagian yang lain kepada seorang karyawan kadankala bisa mengacaukan kejelasan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja. Untuk memastikan adanya kesatuan perintah, perlu dijalin komunikasi dan kerjasama. Dalam pelaksanaan kerja, bisa saja terjadi adanya dua perintah yang bertentangan. Untuk keserasian perintah, sekali lagi diperlukan komunikasi, konsensus, dan kerjasama.
4. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi dapat terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah tercip- tanya budaya kerja yang sangat kuat. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota organisasi.
5. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap staf harus memiliki rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerjasama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan sangat berarti bagi karyawan lain. Setiap bagian dibutuhkan oleh bagian lainnya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksakan kehendak dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp).
Kelima prinsip di atas merupakan perwujudan kerja sama antarindividu, yang telah dibingkai dalam organisasi/negara. Chester I. Barnard mengemukakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih (Djatmiko, 2002; 1). James D. Mooney juga berpendapat bahwa organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama.
1. Kerjasama Antarumat Beragama
Kerjasama antarumat beragama di Indonesia dilandasi Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 ayat (1) dan (2). Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 29 Ayat (1) menyatakan: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berdasar atas kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan. Sedangkan pada Pasal 29 Ayat (2) menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Dalam ayat ini, negara memberi kebebasan kepada setiap warga negara Indonesia untuk memeluk salah satu agama dan menjalankan ibadah menurut kepercayaan serta keyakinannya tersebut. Agama merupakan salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada mertabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama itu bukan pemberian negara dan bukan pemberian golongan. Oleh kerenanya, agama tidak dapat dipaksakan atau dalam menganut suatu agama tertentu itu tidak dapat dipaksakan kepada dan oleh seseorang. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan atas keyakinan, karena menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayai dan diyakininya.
Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa semakin berkembang sehingga terbina hidup rukun dan kerjasama di antara sesama umat beragama dan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kerjasama ini akan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Di dalam hubungan kerjasama sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang tersurat dan tersirat di dalam Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu kerjasama yang didasari:
a. Toleransi hidup beragama, kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.
b. Menghormati orang yang sedang melaksanakan ibadah.
c. Bekerja sama dan tolong menolong tanpa membeda-bedakan agama.
d. Tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam semua ajaran agama. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Dari sudut pandang itulah kita sebagai umat manusia yang menganut agama yang berbeda dapat membentuk suatu kerjasama yang baik untuk masyakarat, bangsa dan negara.
Kerjasama di antara umat beragama merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kerjasama yang erat di antara mereka, kehidupan dalam masyarakat akan menjadi aman, tenteram, tertib, dan damai. Bentuk kerjasama antar umat beragama di antaranya sebagai berikut:
a. Adanya dialog antar pemimpin agama
b. Adanya kesepakatan di antara pemimpin agama untuk membina agamanya masing-masing.
c. Saling memberikan bantuan bila terkena musibah bencana alam.
Setiap umat beragama diharapkan selalu membina kerjasama dan kerukunan antar umat beragama. Dialog antar-umat beragama merupakan salah satu cara untuk memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa. Para tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan. Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara,
Setiap orang yang menjadi warga Negara Indonesia hendaknya menerapkan budaya saling bekerjasama antar satu sama lain walaupun berbeda agama. Dalam hubungan sosial, perbedaan agama bukanlah sebuah alasan untuk kita menghindari kerjasama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan negara Indonesia memiliki beragam suku, ras dan agama adalah dengan membangun kerjasama, saling menghargai, menghormati dan saling tengang rasa terhadap agama dan kepercayaan yang berbeda.
Dengan demikian kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran agama. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Melalui kerja sama antar umat beragama akan timbul proses asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. Sehingga adanya kerjasama antar umat beragama kita dapat menghindari berbagai konflik yang bisa saja terjadi di antara kita dan menghindari sikap ketidak adilan terhadap mereka yang lain agamanya.
2. Kerjasama dalam Bidang Kehidupan Sosial Politik
Kerjasama dalam kehidupan sosial politik dapat kita lihat dari nilai-nilai gotong royong yang sudah menjadi salah satu ciri kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak dulu dalam kehidupan sosialnya sudah terbiasa hidup dalam suasana gotong royong. Masyarakat akan saling bantu dan hampir semua kepentingan masyarakat di desa dibangun oleh masyarakat itu sendiri secara bergotong royong.
Dalam bidang sosial kerjasama dalam bentuk gotong-royong ini hampir ditemui di kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau suku-suku bangsa Indonesia. Misalnya hasil penelitian Koentjaraningrat (dalam Budimansyah, 2000) di wilayah Bagelen Jawa Tengah kegiatan gotong royong itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
1. Waktu ada peristiwa kematian atau kecelakaan, dimana orang dating untuk memberi pertolongan ataupun layadan.
2. Waktu seluruh penduduk desa turun untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya untuk kepentingan umum (desa) yang lajim disebut gugurgunung, seperti memperbaiki jalandesa,lumbungdesa dan lain-lain.
3. Waktu seorang warga desa mengadakan pesta dan tetangga berdatangan untuk membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan atau njurungan
4. Waktu-waktu tertentu dimana makam nenek moyang desa perlu dibersihkan, kegiatan ini dinamakanrerukun alur waris.
5. Waktu seorang penduduk perlu mengerjakan sesuatu untuk tempat tinggal (membongkar atap, mendirikan rumah baru) dan tetangga berdatangan membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan.
6. Waktu kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, baik membetulkan saluran air maupun panenan. Kegiatan ini dinamakan kerubutan tau grojogan
7. Waktu ada keperluan desa yang sifatnya tidak langsung berhubungan dengan kepentingan umum, misalnya pekerjaan yang menjadi tugas kepala desa namun penduduk turun membantunya. Kegiatan ini disebut keregan
Dalam bidang politik, kerjasama juga dapat ditemui di kelompok-kelompok masyarakat Indonesia seperti tingginya partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa, pemilihan DPR, pemilihan presiden dan kepala daerah. Partisipasi dalam pemilihan tersebut tidak hanya sebatas memberikan suara, tetapi tak sedikit anggota masyarakat yang bergotong royong mendirikan tempat pengumutan suara, membantu mengamankan jalannya pengumutan suara, dan lainnya
Perlu dipahami bahwa dasar kerjasama dalam kehidupan sosial politik adalah sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai kerjasama/gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik. Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Perilaku politik harus didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Nilai-nilai tersebut merupakan inti dari Kerjasama dalam kehidupan sosial politik.
Sila keempat Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat bermusyawarah dalam perwakilan. Konsep musyawarah dan perwakilan mengandung makna perlunya kerjasama. Lihat bagaimana pembentukan sebuah Undang-Undang? Tanpa kerjasama dan musyawarah pembentuk Undang-undang yang dibutuhkan masyarakat sulit diwujudkan.
Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan.
Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.
Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak.
Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat
3. Kerjasama dalam Bidang Kehidupan Ekonomi
Landasan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah Pasal 33 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Hal ini berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama secara adil. Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan : (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas menegaskan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat.
Mari kita cermati isi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 di atas! Berdasarkan pasal tersebut sesungguhnya perekonomian Indonesia harus disusun berdasarkan asas kekeluargaan. Salah satu wujud nyata asas kekeluargaan adalah adanya kerjasama atau gotong royong dalam membangun perekonomian bangsa.
Mengapa manusia perlu bekerjama di bidang ekonomi? Untuk memahaminya marilah kita cermati pendapat Charles H. Cooley yang menyatakan bahwa timbulnya kerjasama apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerjasama. Pada masyarakat Indonesia terdapat bentuk kerjasama yang disebut gotong-royong.
Koentjaraningrat membedakan antara gotong-royong tolong-menolong dan gotong-royong kerja bakti. Aktivitas tolong-menolong juga tampak pada aktivitas kehidupan masyarakat yang lain, yaitu:
1. Aktivitas tolong-menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan untuk pekerjaan-pekerjaan kecil sekitar rumah dan pekarangan, seperti menggali sumur, mengganti dinding bilik rumah, membersihkan rumah dan atap rumah dari hama tikus, dan sebagainya.
2. Aktivitas tolong-menolong antara kaum kerabat (dan kadang-kadang beberapa tetangga yang paling dekat) untuk menyelenggarakan pesta sunat, perkawinan atau upacara adat lain sekitar titik-titik peralihan pada lingkaran hidup individu (hamil, tujuh bulan, kelahiran, melepas tali pusat, kontak pertama dari bayi dengan tanah, pemberian nama, pemotongan rambut untuk pertama kali, pengasahan gigi, dan sebagainya).
3. Aktivitas spontan tanpa permintaan dan tanpa pamrih untuk membantu secara spontan pada waktu seseorang penduduk desa mengalami kematian atau bencana. Menurut Koentjaraningrat, gotong-royong kerja bakti sebaiknya dibedakan antara gotong-royong kerja bakti untuk proyek-proyek yang timbul dari inisiatif atau swadaya warga sendiri dan gotong-royong kerja bakti untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas. Gotong-royong kerjabakti yang pertama, sebagai kerja bakti yang berasal dari masyarakat, misalnya hasil keputusan rapat desa yang benar-benar sesuai dan dibutuhkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan gotong-royong kerja bakti yang kedua seringkali tidak dipahami manfaatnya oleh warga desa dan dirasakan lebih sebagai sebuah kewajiban daripada sebagai sebuah kesadaran.
Menurut Soekanto (1978 ) gotong-royong diartikan sebagai bentuk kerjasama yang spontan yang sudah terlembagakan yang mengandung unsur timbal-balik yang sukarela antara warga desa dengan warga desa lainnya dan dengan Kepala Desa serta musyawarah desa untuk memenuhi kebutuhan desa, baik yang insindental maupun yang rutin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama.
Menurut Ter Haar dari sudut hukum adat, gotong-royong dibedakan antara ordeling hulpbetoon dengan wederkering hulpbetoon. Yang dimaksud dengan ordeling hulpbetoon wajib dilakukan dan secara langsung didasarkan pada aturan hukum adat dan tidak didasarkan pada prestasi di masa kini atau mendatang. Sedangkan wederkering hulpbetoon ada misalnya apabila terjadi tolong-menolong kalau orang membuka tanah milik yang sebelumnya telah dipilih. Didalam bahasa Jawa kegiatan yang pertama disebut dengan istilah gugur gunung, sedangkan yang kedua disebut sambat-sinambat
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini wujud kerjasama atau gotong royong dalam membangun perekonomian Indonesia yang sesuai pasal 33 UUD 1945 adalah koperasi. Namun karena kurangnya masyarakat memahami dan ikut serta secara aktif membentuk dan mengelola koperasi, keberadaan koperasi belum mampu bersaing dengan lembaga perekonomian yang lain baik perusahaan swasta maupun BUMN.
Pahamilah bahwa sesungguh koperasi merupakan soko guru perekonomian Indonesia. Mengapa? karena koperasi merupakan suatu badan usaha yang melaksanakan usahanya didasarkan atas azas kekeluargaan. Mari kita cermati keunggulan koperasi dibandingkan dengan badan usaha lainnya adalah
1. Dasar persamaan artinya setiap anggota dalam koperasi mempunyai hak suara yang sama;
2. Persatuan, artinya dalam koperasi setiap orang dapat diterima menjadi anggota, tanpa membedakan, agama, suku bangsa dan jenis kelamin;
3. Pendidikan, artinya koperasi mendidik anggotanya untuk hidup sederhana, tidak boros dan suka menabung;
4. Demokrasi ekonomi, artinya imbalan jasa yang disesuaikan dengan jasa masing-masing anggota berdasarkan keuntungan yang diperoleh; dan
5. Demokrasi kooperatif artinya koperasi dibentuk oleh para anggota dijalankan oleh anggota dan hasilnya untuk kepentingan anggota.
Berdasarkan keunggulan ini koperasi sangat baik dikembangkan dengan sungguh-sungguh, jujur, dan baik, sebagai wahana yang ampuh untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan makmur.
4. Kerjasama dalam Bidang Kehidupan Pertahanan dan Keamanan Negara
Pertahanan dan Keamanan Negara erat kaitannya dengan bela Negara. Dilihat dari perundang-undangan, kewajiban membela negara dapat ditelusuri dari ketentuan dalam UUD l945 dan undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) ditegaskan bahwa “ tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan dalam Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1) keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban; 2) pertahanan dan keamanan negara menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta; 3) kekuatan utama dalam sistem pertahanan adalah TNI, sedangkan dalam sistem keamanan adalah POLRI; 4) kedudukan rakyat dalam pertahanan dan keamanan sebagai kekuatan pendukung. Ketentuan hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pembelaan negara dan sebagai kekuatan pendukung.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1) keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban; 2) pertahanan dan keamanan negara menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta; 3) kekuatan utama dalam sistem pertahanan adalah TNI, sedangkan dalam sistem keamanan adalah POLRI; 4) kedudukan rakyat dalam pertahanan dan keamanan sebagai kekuatan pendukung. Ketentuan hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pembelaan negara dan sebagai kekuatan pendukung.
Konsep yang diatur dalam Pasal 30 tersebut adalah konsep pertahanan dan kemanan negara. Sedangkan konsep bela negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Ikut serta pembelaan negara tersebut diwujudkan dalam kegiatan penyelenggaraan pertahanan negara, sebagaimana ditegaskan dalam UURI Nomor 3 tahun 2002 , Pasal 9 ayat (1) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Kemudian dalam UU RI Nomor 3 tahun 2002 bagian menimbang huruf (c) ditegaskan antara lain ”dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara...”.
Pertahanan negara adalah segala usaha untuk memepertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 3 tahun 2002). Dengan demikian, jelaslah bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diwujudkan dalam keikutsertaannya pada segala usaha untuk memepertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Kata “wajib” yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) dan UURI Nomor 3 tahun 2002 Pasal 9 ayat (1) mengandung makna, bahwa setiap warga negara, dalam keadaan tertentu dapat dipaksakan oleh negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Namun demikian, di negara kita sampai saat ini belum ada keharusan untuk mengikuti wajib militer (secara masal) bagi segenap warga negara Indonesia seperti diberlakukan di beberapa negara lain. Sekalipun demikian, adakalanya orang-orang yang memiliki keahlian tertentu (biasanya sarjana) yang dibutuhkan negara dapat diminta oleh negara untuk mengikuti tes seleksi penerimaan anggota TNI sekalipun orang tersebut tidak pernah mendaftarkan diri.
Secara spesifik Pertahanan dan Keamanan Negara dapat dilihat dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut bukan ”usaha pembelaan negara” tetapi digunakan istilah lain yang mempunyai makna sama yaitu ”upaya bela negara”. Dalam penjelasan tersebut ditegaskan, bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Berdasarkan pengertian upaya bela negara, apakah kalian pernah ikut serta dalam usaha pembelaan negara? Apabila kalian pernah ikut serta menjaga wilayah negara termasuk wilayah lingkungan sekitar dari gangguan atau ancaman yang membahayakan kesela-matan bangsa dan negara berarti kalian sudah berpartisipasi dalam usaha pembelaan negara. Sikap hormat terhadap bendera, lagu kebangsaan, dan menolak campur tangan pihak asing terhadap kedaulatan NKRI juga menunjukkan suatu sikap dalam usaha pembelaan negara.
Dengan demikian pengertian usaha pembelaan negara tidak terbatas memanggul senjata, tetapi meliputi berbagai sikap dan tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara. Untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara, misalnya dengan usaha untuk mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan, keamanan energi, keamanan ekonomi.
UURI Nomor 3 Tahun 2002 menegaskan, bahwa pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan (Pasal 5) Sedangkan yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan, bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah
dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa.
Atas dasar tersebut, maka kerjasama segenap warga negara dalam upaya pembelaan negara bukan hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam lingkungan terdekat di mana kita berdomisili. Artinya menjaga keutuhan wilayah lingkungan kita tidak dapat dipisahkan dari keutuhan wilayah negara secara keseluruhan. (ingat konsep/prinsip Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional).
Setiap orang mempunyai kewajiban untuk bekerjama menjaga keutuhan dan keamanan serta ketertiban wilayah sekitarnya mulai dari lingkungan rumah sendiri, lingkungan masyarakat sekitar, sampai lingkungan wilayah yang lebih luas. Adapun bentuk kerjasama warga masyarakat dalam menjaga lingkungannya antara lain melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan (Siskamling), ikut serta menanggulangi akibat bencana alam, ikut serta mengatasi kerusuhan masal, dan konflik komunal. Bencana alam terutama banjir tampak telah menjadi bencana nasional, karena hampir seluruh wilayah nusantara terkena bencana tersebut. Oleh karena itu, perlu ada gerakan bersama untuk menguranginya. Misalnya dengan gerakan membuat serapan air sebanyak mungkin di lingkungan kita masing – masing. Membuat serapan air dengan teknologi sederhana biopori ternyata mudah, murah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Lokasi untuk membuat serapan juga tidak membutuhkan tanah yang luas
Kerjasama dalam penyelenggaraan pertahanan negara dapat diwujudkan dalam tindakan upaya bela negara. Salah satu sasaran yang mesti dibela oleh setiap warga negara adalah wilayah negara. Wilayah negara (teritorial) merupakan wadah, alat, dan kondisi juang bagi berlangsungnya penyelenggaraan upaya bela negara. Setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk bekerja sama menjaga keutuhan wilayah negara sesuai dengan posisi dan kemampuannya masing-masing. Kalian sebagai siswa SMP berkewajiban untuk bekerjamsa menjaga keamanan lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya masing-masing dari berbagai ancaman dan gangguan yang dihadapi.
B. Arti Penting Kerjasama dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Kerjasama (cooperation) dimaksudkan sebagai usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerjasama setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.
Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan faktor-faktor yang penting dalam kerjasama yang berguna. (Soekanto, 2002 : 73).
Seperti diketahui masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk baik dilihat dari aspek bahasa, budaya, agama, maupun kelompok-kelompok sosial. Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, Kerjasama ini bukan saja sebagai sebuah kewajiban, tetapi lebih sebuah kebutuhan bagi seseorang. Untuk dapat bekerjasama setiap orang sebagai anggota masyarakat harus mengembangkan sikap-sikap yang mendukung terjadinya kerjasama dalam masyarakat.
Arti penting kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, kita harus menyadari adanya keberagaman dalam kehidupan di masyarakat. Adanya keberagaman itu, justru mendorong setiap warga negara mengembangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, dalam pergaulan di masyarakat, setiap warga negara harus menjauhkan diri dari perilaku eksklusivisme. Sikap eksklusivisme dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa karena membuat kelompok sendiri tanpa mau melakukan kerja sama dengan warga negara lainnya dalam berbagai bidang kehidupan untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia.
Lalu apa manfaat kerjasama untuk kepentingan pribadi manusia itu sendiri? Kusnadi (2003) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian kerjasama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:
1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.
2. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.
4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
6. Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.
C. Mewujudkan Kerjasama dalam Berbagai Lingkungan Kehidupan
Sikap positif Mewujudkan Kerjasama dalam Berbagai Lingkungan Kehidupan dapat dilihat sebagai berikut.
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan lingkungan yang paling efektif untuk menaaamkan nilai-nilai, baik nilai agama, sopan santun, disiplin, termasuk nilai-nilai Pancasila. Dalam keluarga, setiap orang mempunyai kedudukan dan peran masing-masing. Misalnya, Ayah adalah kepala keluarga, ia bertugas mencari nafkah. Selain itu, Ayah juga adalah pemimpin keluarga yang bertugas mengarahkan semua anggota keluarga agar menjadi baik. Dalam menjalankan tugasnya, Ayah di bantu oleh Ibu. Ibu bertugas mengatur rumah dan menjaga serta mendidik anak-anak. Dalam mengatur rumah, tentu ibu tidak bekerja sendirian, melainkan di bantu oleh anakanak. Anak-anak harus membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menyapu, menyiram tanaman dan sebagainya. Dengan demikian, perwujudan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara bersama-sama membersihkan rumah tempat tinggal, bekerja sama antaranggota keluarga, kedisiplinan dalam berbagai hal, musyawarah dalam menyelesaikan masalah keluarga, tolong-menolong, kasih sayang dengan anggota keluarga, dan berbagai sikap serta perilaku positif lainnya
b. Lingkungan Sekolah
Kehidupan di sekolah merupakan bentuk miniatur dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu nilai-nilai yang berkembang di sekolah pun banyak yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Kerjasama di sekolah tentu sangat diperlukan karena kegiatan di sekolah tidak akan berjalan jika komponen-komponen yang berada di sekolah tidak bekerjasama antara satu dan yang lainnya. Misalnya, kepala sekolah bertugas memimpin sekolah dan membuat program-program sekolah. Guru bertugas mendidik anak-anak dan menjalankan program-program yang telah ditetapkan. Penjaga sekolah bertanggung jawab menjaga kebersihan dan bersama-sama satpam menjaga keamanan sekolah. Adapaun para siswa selain berkewajiban belajar dengan sungguh-sungguh, juga harus ikut serta memelihara lingkungan sekolah dan mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Contoh lain kerjasama siswa di sekolah diwujudkan melalui partisipasi katif dalam pembentukan pengurus kelas yang terdiri dari ketua kelas, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksinya.
c. Lingkungan Masyarakat, Bangsa, dan Negara
Dalam lingkungan masyarakat banyak sekali kegiatan yang memerlukan kerjasama agar kegiatan itu dapat berjalan lancar, terasa lebih mudah serta berhasil. Kerjasama di lingkungan kelurahan misalnya, dapat berupa kerja bakti membersihkan selokan dan lingkungan sekitarnya. Contoh lainnya yaitu bersama membangun jembatan, membersihkan lingkungan, dan sebagainya.
Dalam masalah penyimpangan sosial, seperti mengganggu ketertiban, masyarakat dapat bekerja sama untuk mencari penyelesaian secara mandiri. Begitu pula, jika terjadi masalah, seperti bencana alam atau minimnya sarana sosial (dalam bidang pendidikan, perhubungan, ekonomi, dan sebagainya) masyarakat dapat bekerja sama mengupayakan berbagai bantuan. Berbagai persoalan tersebut dapat diupayakan penyelesaiannya melalui bentuk- bentuk kerja sama yang menjadi tradisi dalam masyarakat kita, seperti musyawarah atau gotong royong. Masyarakat yang demikian merupakan cermin masyarakat madani. Mereka tidak hanya mandiri dalam mengupayakan kemajuan bersama, tetapi juga turut terlibat secara aktif untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial.
Loading...
0 Response to "KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN"
Post a Comment