Biografi Al-Farazdaq Dan Karya Puisinya
Al-Farazdaq, – Al-farazdaq merupakan salah satu penyair besar yang hidup pada masa khilafah bani umayah, dia adalah seorang tokoh sastrawan yang banyak mewariskan karya-karya sastra. Berikut adalah ulasan singkat mengenai al-farzdaq tersebut.
Lihat juga : Prof. Dr. Nurcholish Madjid Sang Pemikir
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian sastra terutama sastra arab tidak akan terlepas dari tiga hal yang menjadi kajian ilmu sastra yaitu sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra, Namun untuk mengkaji semua itu perlu dilakukan kajian terhadap para tokoh-tokohnya sebagai pelaku sastra itu sendiri. Maka dari itu untuk mengungkap biografi tokoh sastra munculah studi tokoh sastra sebagai cabang kajian keilmuan tentang sastra itu sendiri.
Disini pemakalah akan mengungkap salah satu tokoh sastra klasik yang hidup pada zaman khalifah bani umayah yaitu Al-farazdaq.
BAB II
PEMBAHASAN
- Syair pada zaman bani Umayah
Pada masa bani Umayah terdapat banyak golongan-golongan muncul dalam islam diantaranya adalah Syi’ah dan Khowarij dan pengikut Abdullah bin Zubair dan lain-lain. Keadaan sedemikian itu menyebabkan posisi sya’ir justru menjadi penyambung lidah sesuai dengan tujuan dari tiap-tiap glongan islam tersebut.[1] Apalagi pada zaman bani Umayah khalifah memberikan kebebasan kepada para penyair untuk mengexpresikan bentuk sya’irnya masing-masing. Para khalifah bani Umayah sangat memberikan perhatian kepada para penyair sehingga banyak memberikan fasilitas yang cukup memadai demi untuk memperkuat politik mereka. Dalam memegang pemerintahan pada masa itu, para khalifah sengaja memecah belah antara penyair dengan jalan memberikan fasilitas yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya bagi mereka yang pro dan kontra dengan pemerintahan.
- Tujuan puisi pada masa bani Umayah :
- Puisi politik (Syiir al-Siyasi)
Seiring dengan munculnya golongan atau partai politik, maka munculah para penyair yang mendukung glongan atau partai politik tersebut, sehingga melahirkan puisi yang bernuansa politik seperti: Kasidah al-kumait yang mendukung ahlu bait, Al-Qithry ibn Al-Fajaah pendukung Khawarij, dan Al-Akhthal pendukung bani umayah.
- Puisi polemik (Syiir al-Naqoid)
Puisi Al-Naqoid yaitu jenis puisi yang menggabungkan antara kebanggaan (fakhr), pujian(madh), dan satire (haja’).
- Puisi cinta (Syiir al-Ghazal)
puisi jenis ini berkembang menjadi seni bebas/independent yang mengkhususkan pada kasidah-kasidah
- Keistimewaan puisi pada masa umayah
Puisi zaman Umayah menunjukan empat ciri yang penting, yaitu:
- Pengucapannya (diksi) bersih, jernih dan tepat, karena dekat dengan zaman nabi.
- Kalau para khulafa al-rasyidin mengecam para penyair yang mengawali puisinya dengan pujian terhadap wanita-wanita kesayangan mereka, khalifah-khalfah umayah tidak ketat dan mengizinkan hal itu.
- kritk, satir dan sinisme boleh dikata tidak dikenal dalam pyisi pra-islam, meskipun terdapat permusuhan dan persaingan antar suku.
- mulaimmelnggarnya moraltas para penyair dan bertambah banyaknya penyair-penyair kristiani, telah menjadikan anggur sebagai salah satu garapan puisi yang popular (Al-faruqi, 1999 :78-80).
- RIWAYAT HIDUP
Al-farazdaq adalah seorang sastrawan klasik yang hidup di zaman bani Umayah, Ia lahirkan pada tahun 19 Hijriyah. Nama lengkapnya adalah abu firas ibn ghalib. lahir di yamamah (arab timur), suatu tempat dekat bashrah pada masa pemerintahan umar bin khattab. Berasal dari sub suku Mudjasyi dari klan bani tamim. Dibesarkan dalam keluarga terdidik dan mulia yang nantinya banyak tergambar dalam puisi-puisinya. Al-Farazdaq memiliki talenta berpuisi sejak usia masih kecil.
Pada zaman bani Umayah puisi berkembang pesat, puisinya dinilai kaya dengan ungkapan-ungkapan indah, diksinya terpilih dan unik, memiliki kedalaman makna serta cenderung mengikuti gaya puisi jahiliyah yang murni. Para ahli sastra dan bahasa memuji Al-farazdaq dengan sebuah lakalimat “kalau bukan karena puisi al-farazdaq maka akan hilanglah 1/3 bahasa arab.”
- Al-Hija’ (celaan atau ejekan)
Bait beruikut ini menggambarkan kehinaan suku jarir, akibat puisi yang dilontarkan al-farazdaq :
ولو ترمى بلؤم بنى كليب
لدنّس لؤمهم وضح النهار
ليطلب حاجة إلا بحارنجوم الليل وما وضحت لسار
ولو يرمى بلؤمهم نهار
وما يغو عزيز بنى كليب
Walaupun gemintang malam dilempar dengan kehinaan bani kulaib, tidaklah bintang itu menjadi gelap sementara kehinaan mereka tetap berlalu. Walaupun siang dilempar dengan kehinaan mereka, siang tetaplah terang sedang kehinaan mereka semakin terjadi. Dan tidaklah ketua bani Kulaib bepergian kecuali untuk meminta kebutuhannya pada tetangga.(Al-Iskandary, 174).[2]
Bait puisi ini menggambarkan pertikaian antara Al-farazdaq dengan jarir. Bait ini diawali dengan prolog Al-farazdaq membanggakan kaumnya kemudiamn baru menyerang jarir dan sukunya.
بيتا دعائمه أعزّ وأطول
حكم السماء فإنه لا ينقل
ومجاشع، وأبوا الفراس نهشل
أبدا إذا عدّ الفعال الاّفضل
وقضى عليك به الكتاب المنزّل
سفيان،أو عدس الفعال، وجندل
والأكرمون إذا يعدّ الأوّل
ورد العشي، إليه يخلو المنهل
وتخالنا جنا إذا ما نجهل
ثهلانا ذا الهضبات هل يتهلهلإنّ الذى سمك السماء بنى لنا
بيتا بناه لنا المليك، وما بنى
بيتا زرارة محتب بفنائه
لا يحتبي بفناء بيتك مثلهم
ضربت عليك العنكبوت بنسجها
وإذا بذّخت فرايتى يمشي بها
الاكثرون إذا يعدّ حصاهم
إن الرحام لغيركم، فترقّّبوا
أحلامنا تزن الجبال رزانة
فادفع بكفك إن أردت بناءنا
Sungguh, yang telah meninggikan langit membangun sebuah rumah untuk kami yang tiangnya lebih kuat dan lebih panjang. Sebuah rumah yang dibangun raja untuk kami, dan ia tidaklah membangun hukum langit, sungguh ia tak bias digemingkan. Sebuah rumah untuk zurarah sembari duduk dengan senangnya, dan untuk mujasyi”, abu faraz dan nahsyal. Selamanya ia tidak dapat duduk dengan senang dirumahmu seperti dirumah mereka, kecuali bila yang baik-baik dihidangkan. Dibangunkan untukmu rumah laba-laba seperti tercantum dalam al kitab yang diturunkan. Dan apabila aku bangga wahai jarir, dngan nenek moyangku sufyan, “Udusu al-fa’al dan jandal, mereka adalah orang-orang terdahulu yang mulia. Sedang kaummu wahai jarir, sesungguhnya orang yang berdesak-desakan ketika menemukan air adalah orang kuat, maka kamu melindungi orang-rang (dari kaummu) yang mendatangi air pada malam hari. Mimpi-mimpi kita kuat bagaikan gunung-gunung akan tetapi dalam perang kita bagaikan jin yang marah. Maka berusahalah dengan kecukupanmu wahai jarir, jika kau ingin menggoncangkan kita dengan gunung Tsahlan dari tempat yang tinggi apakah gunung itu akan bergerak?[3]
- Al-Madah (pujian)
Semasa hiupnya Al-Farazdaq tidak pernah memuji para penguasa untuk mengumpulkan harta darinya. Akan tetapi ia selalu memuji pada penguasa iraq untuk melakuan pendeatan terhadap mereka karena suatu kebutuhan qabilahnya atau karena khawatir akan kedzalimannya.[4]
إليك ولي الحق لاقى غروضها
نواهض يحملن الهموم التى جفت
ليبلعنّ ملء الأرض نورا ورحمة
كما بعث الله النيي محمدا
ورثتم قناة الملك غير كلالة
ترى التاج معقودا عليهم كأنهم
وأحقابها إدراجها بالمناسم
بنا عن حضايا المحصنات الكرائم
وبرءا لآثار الجروح الكوالم
على فترة والناس مثل النهائم
عن ابنى مناف عبد ضمص وهاضم
نجوم حوالي بدر ملك قماقم
Belum bisa diartikan
- Al-Fakhru (membangga-banggakan)
Al-farazdaq sering membangga-banggakan lewat kaidah yang kuat tentang keadaan dan kemulyaannya, dia termasuk orang kaya yang memiliki abid yang banyak. Ayahnya galib adalah para pembesar bani tamim yang terkenal dengan kemulyaannya.
Berikut adalah puisi Al-Farazdaq yang membangga-banggakan:
لنا العزة القعساء والعداد الذى
ترى الناس ما سرنا يسيرون خلقنا
وقد علم الجران أن قدورناعليه إذا عدّ الحصى يتخلّف
وإن نحن أومأ نا ألى الناس وقفوا
ضوامن للأرزاق والريح زفزف 1
Belum bisa diartikan
BAB III
KESIMPULAN
Al-farazdaq adalah salah satu tokoh sastra pada masa bani Umayah yang banyak melahirkan karya satra sebagaimana para sastrawan lainnya yang banyak bersinggungan dengan situasi sosial politik pada masa bani Umayah, hanya saja Al-Farazdaq tidak suka menjadikan karya sastranya sebagai alat untu memperkaya diri tetapi ia gunakan sebagai alat untuk mendekati para pejabat yang berkuasa dimasa itu.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Wargadinata, H. Wildana. “Sastra arab dan lintas budaya” . semarang : UIN Malang press.
Al-Iskandari, ahmad. Al-Wasit. Mesir : darul al-ma’arif.
Mu’jam mufasol.
[1] Al-Iskandari, ahmad. Al-Wasit. Mesir : darul al-ma’arif.
[2] Wargadinata, H. Wildana. “Sastra arab dan lintas budaya” . semarang : UIN Malang press.
[3] Wargadinata, H. Wildana. “Sastra arab dan lintas budaya” . semarang : UIN Malang press.
[4] Mu’jam mufasol.
0 Response to "Biografi Al-Farazdaq Dan Karya Puisinya Yang Indah"
Post a Comment